Ilustrator: Erik Karel Rumbrawer
Editor: Welly Morin
Penyelaras Aksara: Teguh Prastowo
Desain Grafis: @akalbudinetwork
Yogyakarta, Akalbudi Media
210 x 297 mm
vii + 54 hal
ISBN …
Sebagai identitas bangsa, cerita rakyat adalah bagian dari warisan budaya yang penting untuk dijaga dan dilestarikan. Bangsa Papua sebagai bagian dari warga dunia memiliki kekayaan budaya yang beragam, termasuk dalam cerita rakyatnya. Buku Kumpulan Cerita Rakyat Papua ini hadir untuk memperkenalkan dan memperluas pengetahuan kita tentang kearifan lokal Papua, serta memberikan inspirasi dan pembelajaran yang dapat dipetik dari kisah-kisah dalam cerita tersebut. Dua puluh cerita rakyat yang sarat akan nilai budaya dan keteladanan kami sajikan secara ringan dan menghibur.
Judul buku: Tomang; Pendokumentasian Cerita Rakyat Mbaham-Matta Kabupaten Fakfak Papua Barat (Cergam)
Penulis: Marsela D.M. Gewab, Nelce Y. Weripang, Saida H. Wokas, dkk.
Penyunting: Joy E. Raharusun
Ilustrator: Joy E. Raharusun, Costantinus F. Raharusun, dan Labirin Art
Yogyakarta, Akalbudi Media (c)2023
210 x 297 mm
84 hal
ISBN …
Tomang adalah sebuah tas tradisional suku Mbaham-Matta yang dibuat dari daun pandan hutan khusus. Selain daun pandan, dapat pula dibuat dari sejenis bilah bambu khusus yang masih muda. Tomang merupakan warisan budaya suku Mbaham Matta Kabupaten Fakfak. Nama Tomang berasal dari kata “Tuweman” yang bermakna tas atau kantung. Tuweman terdiri dari berbagai ukuran dengan fungsinya masing-masing.
Tuweman atau Tomang biasa dipakai oleh laki-laki dan perempuan. Namun Tomang berukuran kecil dengan hiasan tertentu hanya dapat digunakan oleh kaum laki-laki dewasa. Hal ini untuk menunjukkan bahwa pemakainya telah dewasa. Tomang untuk kaum laki-laki suku Mbaham-Matta adalah simbol tanggung jawab. Di dalam Tomang biasanya berisi berbagai keperluan seperti tembakau, sirih, pinang, kapur dan juga harta berupa uang dan emas. Bahkan warisan sakral dari suku atau marga dapat pula disimpan di dalamnya.
Di dalam Tomang juga terdapat anyaman dari daun pandan atau bilah bambu yang disebut “Tuw Mbiom”. Berbentuk seperti Tomang, namun memiliki penutup sehingga berfungsi sebagai dompet. Di wadah inilah tembakau, pinang, uang dan emas disimpan lalu dimasukkan ke dalam Tomang
Tomang dapat dimaknai sebagai simbol tanggung jawab, kedewasaan dan keperkasaan bagi orang yang menerima Tomang di pundaknya.
Editor: Antonius P. Sipahutar, Paskalis Wangga, Teguh Prastowo
Yogyakarta, Akalbudi Media (c)2023
155 x 230 mm
x + 250 hal
ISBN …
Buku Melihat, Tergerak, dan Bergerak ini adalah sebuah monumen perayaan atas satu abad Kongregasi Frater CMM Berkarya di Bumi Indonesia. Kehadiran para frater Congregatio a Matre Misericordiae (CMM) pertama kali di Medan, Sumatera Utara, dinamika kongregasi dan bagaimana mereka hadir di tengah masyarakat Indonesia melalui karya pendidikan, kesehatan, dan pengembangan manusia terekam dalam buku ini.
Pembaca juga akan mendapatkan pemahaman yang lebih dalam tentang Kongregasi Frater CMM, misi mereka di Indonesia, dan banyak karya yang telah mereka lakukan untuk masyarakat Indonesia selama 100 tahun. Buku ini juga mencakup kisah-kisah inspiratif dari beberapa frater dan masyarakat yang telah dipengaruhi oleh gerak langkah Kongregasi Frater CMM.
Di sini kita juga dapati bagaimana kongregasi membuka berbagai komunitas, sekolah dan melatih para guru dan pemimpin masyarakat. Buku ini juga memberikan gambaran tentang seberapa jauh Kongregasi Frater CMM telah berkembang dan memajukan pendidikan di Indonesia.
Dalam buku ini pembaca juga akan dibawa untuk mengenali spiritualitas persaudaraan dan belas kasih melalui sosok inspiratif para frater dan bagaimana mereka terus berjuang dalam memberikan pengabdian kepada masyarakat. Buku ini sangat cocok untuk para penggemar sejarah, pendidikan, dan spiritualitas kristiani serta untuk siapa saja yang ingin mengetahui tentang kisah inspiratif Kongregasi Frater CMM yang telah menghasilkan buah-buah keberhasilan bagi masyarakat Indonesia.
Judul buku: Terhempas dari Rumah Adat – Penulis: Yason Ngelia
Editor: Samuel Womsiwor, Welly Morin
Yogyakarta, Akalbudi Media
140 x 200 mm
vii + 54 hal
ISBN 978-623-88301-1-4
Buku Terhempas dari Rumah Adat: Studi Kasus Orang Port Numbay di Tengah Perkembangan Kota Jayapura adalah satu hasil Kajian Yadupa tentang pergeseran budaya orang Port Numbay dalam dinamika Pembangunan di Kotamadya Jayapura, Papua.
Studi ini bertujuan untuk melihat bagaimana kehidupan masyarakat adat Port Numbay ditengah perkembangan pembangunan Kota Jayapura baik aspek sosial, budaya, lingkungan dan politik dan juga keberlanjutan hidup masyarakat adat Port Numbay.
Hasil kajian tersebut telah didokumentasikan dalam buku kecil ini. Semoga buku ini dapat menjadi referensi bagi masyarakat adat Papua secara khusus di Port Numbay dalam menata masa depannya. Selain itu semoga bermanfaat pula bagi akademisi dan pengambil kebijakan di Kota Jayapura dan di Tanah Papua untuk memastikan bahwa setiap kebijakan pembangunan di Tanah Papua berorientasi pada masyarakat adat dan masa depan anak-cucunya. Sekaligus untuk mendorong agar Masyarakat Adat Papua tetap menjadi tuan rumah di negerinya sendiri dengan segala potensi dan kekayaan yang dimilikinya.
Ilustrator: Nadila Restu Iswara, Amanda Juliana B. Hutahaean
Yogyakarta, Akalbudi Media (c)2022
155 x 230 mm
x + 170 hal
ISBN 978-623-88301-2-1
Kalau disadari secara jeli maka, makhluk yang paling kaya imajinasi dan fantasi adalah para remaja karena mereka berada pada masa peralihan dari anak menuju dewasa. Dalam perspektif psikologi disebut dengan istilah masa-masa storm and drunk yang penuh gejolak emosi khususnya. Emosi adalah sebuah perangkat penting yang tetap perlu dipelajari dan dikelola agar menghasilkan respons positif serta bermanfaat.
Oleh karenanya, agar emosi dapat dikelola secara baik, diperlukan kanal atau ruang sebagai tempat penyaluran. Dalam istilah saat ini, peristiwa penyaluran emosi yang baik melalui beragam cara salah satunya adalah: curhat. Maka dari itu, salah satu curhat yang dapat dilakukan adalah bercerita melalui tulisan walaupun singkat tetapi sudah melepaskan dan memberi ruang kosong kembali dalam kognisi kita untuk kemudian diisi pengalaman berikutnya. Model cerita pendek merupakan salah satu media yang menarik untuk mengkomunikasikan pengalaman semacam tempat berbagi dalam rangka mencerahkan diri sendiri.
Buku ini merupakan ventilasi pengalaman para penulisnya yang secara khusus terkait dengan kehidupan pribadi dalam hal belajar musik. Tidak menutup kemungkinan secara umum juga banyak remaja mengalami hal yang sama seperti cerita dalam buku ini. Dengan kata lain kumpulan tulisan dalam buku ini dapat memberikan kesehatan untuk memupuk mental penulisnya dan diharapkan dapat menstimuli lahirnya varian tulisan berikutnya. Dengan berbagai gaya ungkap yang rileks, apa adanya, tanpa beban SPOK sebagai ciri remaja milenial maka buku ini patut dihargai sebagai sebuah upaya untuk berlajar berkata jujur. Baik terhadap diri sendiri maupun kepada pembaca dan tanpa tendensi mendiskusikan kebenaran apapun.
Menulis buku ini memiliki tantangan tersendiri karena kreativitas termasuk topik yang banyak disebut-sebut tetapi jarang dibicarakan secara tuntas terutama dalam konteks musikologi atau pendidikan musik. Memang, secara teoritis terdapat banyak definisi tentang kreativitas yang mungkin dapat mengarahkan kita pada imajinasi kreatif tertentu misalnya, dengan membayangkan kerja kreatif seorang komponis, pelukis, penari, penulis lagu, kemampuan improvisasi atau perancang piranti lunak untuk keperluan berbagai hal. Bahkan kreativitas dalam berbagai bidang seni (humaniora), sosial dan yang justru tampak paling aplikatif pada bidang eksakta. Dengan demikian, harapannya nanti di dalam buku ini kita akan membahas kreativitas bukan hanya dari model produknya tetapi juga konsep dan proses untuk menjadi kreatif melalui media suara atau kemungkinan-kemungkinan membuat seorang anak menjadi lebih kreatif melalui objek materi yang disebut: musik.
Salam jumpa para Saudara JPIC- Bruder MTB dan Saudara-Saudari yang peduli pada keadilan, perdamaian, dan keutuhan ciptaan yang baik, semoga sehat dan tetap semangat. Buletin SAN DAMIANO JPIC Bruder MTB edisi V ini bertema “PandemiCovid-19 dan Krisis Lingkungan Hidup.” Tema ini dimaksudkan bagaimana kita secara pribadi maupun bersama-sama merespon situasi pendemi yang merupakan bagian dari krisis lingkungan hidup. Krisis lingkungan hidup ini juga berdampak pada pemanasan global, perubahan iklim yang ekstrim, masalah air bersih, polusi pada tanah, air, dan udara karena sampah, kelaparan, jeritan orang miskin, serta masalah sosial lainnya. Begitu banyak persoalan hidup (multidimensi krisis) mendera kita di zaman modern-teknologi. Dunia macam apa yang akan kita wariskan kepada generasi mendatang? Pertanyaan ini memicu suatu jawaban-solusi ke depan berupa gerakan nurani ekologi (GNE).
Persepsi yang Sama
Paus Fransiskus dalam Ensiklik Laudato Si (Mei 2015) menyerukan kepada semua orang yang berkehendak baik untuk merawat dan menjaga Ibu bumi rumah kita bersama. Namun selama ini seruan tersebut belum ditanggapi secara serius, sehingga diserukan lagi Laudato Si Action Platform. Rumah kita bersama semakin sakit-terluka oleh keganasan manusia yang berkuasa dan tidak bertanggung jawab atas sumber daya bumi yang diberikan Tuhan. Manusia terus merusak ekosistem alam, sehingga terjadi krisis lingkungan hidup, polusi tanah, air dan udara serta pemanasan global. Pandemi Covid-19 menunjukkan bahwa tangisan bumi dan orang miskin yang paling menderita. Semuanya itu saling berhubungan dan ketergantungan satu sama lain karena kesehatan kita tidak terlepas dari lingkungan hidup. Dengan demikian, kita membutuhkan pendekatan ekologi baru, mengubah cara hidup kita, dan gaya hidup kita dalam hubungan-relasi dengan sumber daya Bumi. Dengan kata lain, cara kita memandang manusia, sumber daya alam, dan menjalani hidup di bumi ini dalam persepsi yang sama.
Paus Fransiskus menegaskan bahwa ekologi manusia itu utuh-holistis. Ia bukan hanya melibatkan krisis lingkungan hidup melainkan manusia secara keseluruhan yang mampu mendengarkan tangisan orang miskin dan menjadi ragi bagi masyarakat baru. Kita memiliki sebuah tanggung jawab yang besar, terutama terhadap generasi mendatang. Paus mempertanyakan, “Dunia macam apa yang mau kita wariskan kepada anak-anak dan orang-orang muda kita?”Keegoisan, ketidakpedulian, dan gaya hidup kita yang tidak bertanggung jawab mengancam anak-anak di masa depan. Oleh karena itu, Paus Fransiskus menyerukan mari kita menjaga Bumi, mengatasi godaan untuk mementingkan diri sendiri saja yang membuat kita menjadi pemangsa sumber daya alam. Paus berharap kita dapatmenumbuhkan rasa hormat terhadap karunia Bumi dan ciptaan. Rasa hormat itu dimulai dengan gaya hidup yang ramah lingkungan. Dengan Laudato Si Action Platform, Paus Fransiskus mendorong agar ada gerakan-kegiatan aksi nyata, kita melibatkan komunitas dengan cara yang berbeda, sehingga benar-benar berkelanjutan dalam semangat yang utuh. Kita semua melakukan perjalanan ini bersama-sama di dalam keluarga, paroki dan keuskupan, sekolah-universitas- rumah sakit, bisnis, pertanian, organisasi, kelompok dan gerakan-komunitas hidup bakti dapat bekerja sama. Dengan cara tersebut, kita mampu menciptakan masa depan yang lebih baik; dunia yang lebih inklusif, bersaudara-bersahabat, berdamai, dan berkelanjutan. Laudato Si Action Platform memberikan arah kepada kita saat mencari ekologi yang utuh; mencari jawaban atas jeritan Bumi, menanggapi tangisan orang miskin, ekonomi ekologis, penerapan gaya hidup sederhana, pendidikan ekologis, spritualitas ekologis, dan keterlibatan masyarakat. Kita semua dapat bekerja sama masing-masing dengan budaya dan pengalamannya sendiri-sendiri, masing-masing dengan kemampuan dan inisiatifnya sendiri, sehingga ibu Bumi rumah kita bersama kembali pada keindahan yang asli dan ciptaan dapat bersinar lagi sesuai dengan rencana Tuhan.
Menyimak arah Laudato Si Action Platform tersebut di atas, jelaslah bahwa persepsi kita tentang ekologi, yakni konservasi. Manusia ditempatkan di dalam taman Eden itu tidak hanya berkuasa, tetapi untuk mengusahakan dan memelihara taman itu. Konsep berkuasa menjadikan manusia mengeksplorasi sumber daya alam (SDA), sehingga merusak ekosistem alam dan mendatangkan krisis lingkungan hidup termasuk penyakit ( pandemi Covid-19). Manusia lupa bahwa SDA tersebut diusahakan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan tetap dipelihara secara berkelanjutan. Dengan demikian, persepsi ekologi yang konservasi menghendaki pola pikir, sikap-gaya hidup dan tindakan manusia terarah kepada mengusahakan dan memeliharanya secara hormat dan penuh tanggung jawab SDA ini. Persepsi tersebut dimiliki oleh sebagian besar masyarakat adat dengan kearifan lokalnya. Bahwa SDA tidak hanya memenuhi kebutuhan manusia secara ekonomi (materi), tetapi ada segi rohani-spiritualitas ekologisnya, sehingga disakralkan. Masyarakatadat membuat ritual sebagai tanda penghormatan dan penghargaan, serta menjalin relasi yang harmonis dengan lingkungan hidup.
Paus Fransisikus mendorong kita melakukan gerakan yang konservasi. Adalah tugas dan perutusan kita bagaimana mengajak sekalian umat manusia mengusahakan dan memelihara SDA agar berkelanjutan. Sekecil apa pun usaha-gerakan baik secara pribadi maupun bersama, kita telah mengambil bagian dalam menyembuhkan dan memulihkan luka-sakitnya Ibu Bumi rumah kita bersama. Hal ini tidak hanya menghadirkan keadilan, perdamaian, dan keutuhan bagi lingkungan hidup, tetapi juga bagi manusia. Bahkan sesungguhnya perjuangan ini lebih menitikberatkan kepada manusia karena krisis lingkungan hidup hanyalah dampak dari ulah manusia. Dengan demikian, tindakan penyembuhan dan pemulihan bukan hanya pada lingkungan hidup melainkan manusia yang merupakan bagian integral dari ekologi. Gerakan konservasi didasarkan pada kesadaran manusia yang memiliki nurani ekologis atau Gerakan Nurani Ekologi (GNE).
Dalam tugas dan perutusan, JPIC Bruder MTB sedang membangun GNE baik secara internal maupun eksternal. Dalam buletin San Damiano edisi V ini, redaksi menyajikan model dan cara bagaimana menghidupi GNE. Model dan cara tersebut dapat dibaca dalam rubrik artikel-opini, refleksi, renungan, berita kegiatan, dan pojok sastra. Semuanya itu diharapkandapat membantu secara pribadi dan bersama untuk menghidupi GNE dalam keseharian kita. Mari kita mulai lagi … Pax Et Bonum. Selamat membaca.
Catatan: Buletin San Damiano V – 2022 (digital) dapat diunduh melalui tautan ini.
SERINGKALI masyarakat menganggap guru sebagai manusia serba bisa. Seakan-akan, guru tidak boleh menampakkan sisi kemanusiaannya. Seolah-olah guru harus selalu tampil sempurna, tanpa cacat cela. Namun jika kita bersedia sedikit merenung secara adil, maka kita mampu menempatkan sosok guru sebagai manusia yang memiliki keunggulan sekaligus kelemahan. Dan itu semua sangatlah manusiawi.
Buku Curhat dari Belantara Digital: Refleksi Pandemi Para Guru SMA Santo Paulus Pontianak ini menjadi cerminan atas aspek kemanusiaan para pendidik. Sebuah bunga rampai berisikan 35 tulisan, yang mereka sajikan secara populer. Melalui buku ini, pembaca bisa menyelami dinamika penyesuaiaan diri para guru dalam beradaptasi dengan suasana pendidikan yang tiba-tiba harus berubah drastis akibat Pandemi COVID-19.
Jika dalam kewajiban akademik, guru terkadang harus menyusun karya tulis yang sangat ilmiah, maka dalam buku ini mereka tampil dalam tulisan bergenre “karya populer”, sehingga aspek kemanusiaan benar-benar muncul. Pembaca akan menemukan banyak sisi human interest dari para guru. Kesedihan, kegembiraan, harapan, bahkan hal-hal yang bersifat humor. Karya ini menjadikan pandemi tak melulu harus disikapi dengan kesan nestapa, tapi juga memupuk semangat dan harapan.
“Suatu teologi rakyat tidak mesti ditolak hanya karena phobia sinkritism. Melainkan bagaimana teologi rakyat itu ditimbang secara teologis dan didampingi serta dibimbing secara terus menerus sehingga berkembang menjadi teologi yang benar dan bertanggung jawab. Harapan untuk itulah yang mendasari karangan kecil ini.”
—Dr. M.Th. Mawene, M.Th
Perjumpaan adat dan agama secara khusus agama Kristen Protestan di Papua menjadi menarik untuk didiskusikan karena menyangkut paut dengan ketaatan dan kepercayaan masyarakat adat Papua dalam praktek hidupnya sehari-hari.
Dalam kerangka pembangunan di Papua selalu dimunculkan istilah “Satu Tungku Tiga batu, Adat, Agama dan Pemerintah. Tetapi apa makna dari istilah ini untuk ketiga institusi ini dan secara khusus masyarakat adat Papua? Beberapa tokoh adat menyampaikan bahwa dalam praktek adat dilupakan.
Selama 17 tahun saya bekerja sebagai Sekretaris Umum Dewan Adat Papua saya telah bertemu dengan para tokoh agama, tokoh perempuan, tokoh adat serta para intelektual Papua. Mereka semua adalah orang beragama dan secara khusus seorang Kristen yang taat tetapi juga seorang yang memiliki ketaatan kepada adat-istiadatnya sebagai identitas suku atau bangsanya.
Dalam pengalaman penderitaan Papua yang panjang dalam perjuangannya untuk membebaskan diri dari penderitaan dan perjuangannya untuk hak-hak dasar masyarakat adat Papua telah menghadirkan pertanyaan tentang identitas bangsa dan pernyataan penolakan terhadap segala selalu yang asing atau yang bukan Papua punya, dan hal ini juga menyangkut kehidupan dan praktek hidup sebagai warga Kristen dan Warga Adat.
Dalam menghadapi situasi itulah Dewan Adat Papua melalui Yayasan Anak Dusun Papua (YADUPA) menfasilitasi dialog gereja dan masyarakat adat Papua melalui seminar, lokakarya, debat mahasiswsa, pidato siswa Sekolah Menengah Umum (SMU) dan menulis cerita dan bercerita bagi siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP). Selain kegiatan-kegiatan ini, YADUPA juga menfasilitasi Dialog Terbuka di Aula STT GKI I.S. Kijne untuk membahas buku “Kristologi Papua” yang ditulis oleh Dr. M.Th Mawene, M.Th. Dalam Dialog Terbuka ini, penulis buku, para panelis dan peserta menyepakati judul baru “Teologi Pembebasan di Papua.
Kiranya buku ini dapat membantu kita dalam upaya penguatan hak-hak dasar masyarakat adat Papua dan membangun teologi rakyat seperti yang diharapkan oleh almarhum Pdt. M.Th Mawene, M.Th.
Ransiki, Manokwari Selatan
17 September 2021
Dr. Marthinus Theodorus Mawene, M.Th, lahir pada 12 Juni 1952 di Serui, Papua. Menyelesaikan pendidikan Diploma III pada tahun 1975 di STT GKI I.S. Kijne, Jayapura. Melanjutkan studi S1 di STT Jakarta hingga selesai tahun 1978. Pada tahun 1990 menyelesaikan pendidikan Pascasarjana (S2) Program South East Asia Graduate School of Theology (SEAGST) di STT Jakarta. Pada tahun 2007, penulis berhasil meraih gelar Doktoral bidang Teologi di Universitas Kristen Duta Wacana, Yogyakarta. Selama hidupnya penulis mengabdikan hidupnya di bidang akademik sebagai staf pengajar di Sekolah Tinggi Teologi GKI I.S. Kijne, Jayapura, Papua. Bidang ilmu yang ia tekuni adalah Teologi Perjanjian Lama. Beberapa buku yang pernah ia terbitkan antara lain Gereja yang Bernyanyi, Teologi Kemerdekaan, dan Perjanjian Lama dan TeologiKontekstual.